Manusia adalah makhluk berakal budi dan memiliki daya seni. Untuk mengekspresikan diri dan buah pikirannya manusia biasanya mencari dan menciptakan sarana yang dianggap efektif. Pepatah atau ungkapan-ungkapan kebijaksanaan merupakan salah satu hasil budi manusia yang menjadi sarana pengungkapan sesuatu kepada sesamanya.
Dalam budaya Batak Toba terdapat ungkapan atau pepatah yang digunakan sebagai sarana efektif untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Ungkapan atau pepatah tersebut diturunkan turun-temurun dari generasi ke genarasi. Siapa pengarang atau pencipta ungkapan-ungkapan tersebut sudah sangat sulit diteliti. Namun, “Ompungta sijolojolo tubu” (Nenek moyang kita yang lebih dahulu lahir) sering dirujuk sebagai sumber dari ungkapan atau pepatah tersebut. Berikut ini saya akan menuliskan beberapa ungkapan dari budaya Batak Toba beserta makna dan maksud ungkapan tersebut. Setelah itu saya juga akan mencoba mencatat ungkapan sastra kebijaksanaan dari ayat Kitab Suci yang berkaitan atau mirip dengan ungkapan-ungkapan tersebut.
1. Nunut do si raja ni ompuna
Secara harafiah ungkapan di atas dapat diartikan dengan: keuletan adalah raja dari kepemilikan. Secara lebih luas dapat diartikan dengan: keuletan, kerajinan dan kesabaran bekerja adalah cara yang terbaik untuk meraih keberhasilan.
Amsal 19:15, “Kemalasan mendatangkan tidur nyenyak dan orang yang lamban akan menderita lapar.” Kutipan Amsal tersebut dapat dihubungkan dengan ungkapan Batak Toba di atas, yakni hubungan kebalikan.
Amsal 28: 19 , “Siapa mengerjakan tanahnya akan kenyang dengan kebaikan, tetapi siapa mengejar barang yang sia-sia akan kenyang dengan kemiskinan.”
Amsal 12: 27 , “Orang malas tidak akan menangkap buruannya, tetapi orang rajin akan memperoleh harta yang berharga.”
2. Hata mamunjung hata lalaen, hata torop sabungan ni hata.
Ungkapan di atas dapat diartikan dengan: jalan pikiran seseorang adalah tidak waras, jalan pikiran orang banyak adalah induknya. Ungkapan di atas digunakan untuk menggambarkan bahwa biasanya pikiran atau pendapat orang banyak lebih baik. Maka, seseorang perlu mendengar pendapat orang banyak sebelum mengambil suatu keputusan.
Amsal 12:15, “Jalan orang bodoh lurus dalam anggapannya sendiri, tetapi siapa mendengarkan nasehat ia bijak”.
3. Aek na manuntun gogona, alogo manuntus gotusna.
“Arus sungai yang nekat menggunakan kekuatannya, angin yang nekat menggunakan tiupannya”, demikian arti harafiah ungkapan di atas. Hal ini dikatakan kepada orang yang nekat melakukan suatu pekerjaan tanpa ada kemauan untuk mendengar nasehat orang lain. Dengan ungkapan ini orang yang mendengarnya diajak agar mau mendengarkan nasehat dan pertimbangan dari orang lain. Sebab, banyak hal tidak kita lihat jika hanya mengandalkan diri sendiri.
Amsal 11:14, “Jika tidak ada pimpinan jatuhlah bangsa, tetapi jikalau penasihat banyak, keselamatan ada.”
Amsal 28:26, “Siapa percaya kepada hatinya sendiri adalah adalah orang bebal, tetapi siapa berlaku dengan bijak akan selamat”.
4. Ampal tu jae ampal tu julu songon hortuk ni aili.
Secara harafiah ungkapan dapat diartikan dengan: bergoyang ke hilir, bergoyang ke hulu seperti taring babi hutan. Hal ini dikatakan kepada orang yang tidak mau tenang, selalu bergerak dan berpindah tanpa rencana. Pikirannya mudah berubah, terombang-ambing dan tidak punya pendirian teguh.
Amsal 14: 15, “Orang yang tak berpengalaman percaya kepada setiap perkataan, tetapi orang bijak memperhatikan langkahnya.”
5. Anak na olo tu jolo do sibulang-bulangan.
Ungkapan di atas adalah nasehat bagi anak. Arti harafiahnya adalah hanya anak yang mau ke depan yang diberi bulang-bulang (ulos yang meliliti kepala). Secara lebih luas ungkapan hendak menyatakan bahwa anak pemberani dan bijaklah yang diberi penghormatan dan pujian.
Amsal 3:35, “Orang bijak akan mewarisi kehormatan.”
Sirakh 4: 11-13, “Kebijaksanaan meninggikan segala anaknya, dan orang mencarinya dihiraukannya. Siapa yang mencintai kebijaksanaan mencintai kehidupan, dan barangsiapa pagi-pagi menghadapinya akan penuh sukacita. Siapa yang berpaut padanya akan mewarisi kemuliaan dan ia diberkati Tuhan di manapun ia berlangkah.”
6. Binuangnuang ganda, hinolitninolit mago.
Ungkapan di atas secara harafiah dapat berarti: boros tapi bertambah, pelit ternyata jadi susah. Lebih jauh makna ungkapan tersebut: bila seseorang suka memberi, ia akan murah rezeki, tetapi orang yang pelit, agak berat memberi akan sulit rezekinya. Ungkapan di atas berasal dari fakta yang ditemukan dalam hidup sehari-hari.
Amsal 11:24, “Ada yang menyebar harta tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa namun selalu kekurangan.”
7. Sinuan bulu sibahen na las, sinuan uhun sibahen na horas.
“Kita menanam bambu karena menginginkan kehangatan, kita menciptakan hukum karena kita mengharapkan keselamatan”. Aturan, hukum dan adat istiadat diciptakan para leluhur demi kebahagiaan masyarakat. Dengan itu juga hendak disampaikan bahwa orang yang menaati aturan, hukum dan adat istiadat akan memperoleh keselamatan.
Amsal 10:17, “Siapa mengindahkan didikan, menuju jalan kehidupan, tetapi siapa mengabaikan teguran tersesat.”
Amsal 11:19, “Siapa berpegang pada kebenaran yang sejati menuju hidup, tetapi siapa mengejar kejahatan, menuju kematian.”
8. Sahalak maniop sulu, sude halak marsuluhonsa.
Arti harafiah ungkapan di atas: seorang memegang suluh, semua orang merasakan terangnya. Ungkapan tersebut kerapkali digunakan untuk menasehati orang agar berbuat baik, karena dengan kebaikan seseorang mendatangkan kebahagiaan bagi banyak orang. Ungkapan tersebut boleh juga dikatakan untuk seorang yang memberi pedoman yang baik dan semua orang mau melakukan perintah tersebut beroleh kebaikan.
Amsal 11:11, “Berkat orang jujur memperkembangkan kota, tetapi mulut orang fasik meruntuhkannya.”
Sirakh 37:23, “Tetapi ada juga orang bijaksana yang mendidik bangsanya sendiri, dan yang hasil kebijaksanaannya terjamin adanya.”
9. Marsitijur dompak langit, madabu tu ampuan.
Ungkapan di atas dapat berarti: meludah ke arah langit, jatuhnya ke pangkuan. Menjelek-jelekkan saudara sendiri, keluarga sendiri, kelompok sendiri, efek negatipnya tanpa disadari ditanggung sendiri.
Amsal 19:26, “Anak yang menganiaya ayahnya atau mengusir ibunya, memburukkan dan memalukan diri.”
Amsal 20:20. “Siapa mengutuki ayah atau ibunya, pelitanya akan padam waktu gelap.”
10. Maraprap so magulang, turikan na so marnganga
“Mendapat luka terkelupas yang tidak jatuh terguling, bopengan yang tidak pernah berpenyakit campak”, demikian ungkapan tersebut diatikan secara harafiah. Secara lebih luas ungkapan tersebut berarti dan dikenakan kepada seseorang yang menderita, ikut dihukum, namun sama sekali tidak ikut berbuat kesalahan. Dalam kehidupan sehari-hari kadang terjadi orang yang sebenarnya tidak berbuat sesuatu salah yang mendatangkan keburukan bagi dirinya. Orang sering tidak membayangkan bahwa sesuatu yang buruk akan menimpa dirinya. Maka sebagai ungkapan ketidakmenerimaannya atas situasi itu ia menggunakan ungkapan ini.
Ayub 9:22, “Semuanya itu sama saja, itulah sebabnya aku berkata: yang tidak bersalah dan yang bersalah kedua-duanya dibinaskan-Nya”
11. Marbingkas do na uli marbonsir do na roa.
Ungkapan di atas berarti: keberuntungan ada jalannya, kesusahan ada penyebabnya. Kata “bingkas’ dan “bonsir” mempunyai arti yang sama yakni untuk menunjukkan “sebab”. Namun “bingkas” lebih kepada sebab untuk yang positip, sedangkan “bonsir” untuk penyebab yang negatif. Kebaikan dan keberuntungan ada jalannya (tidak datang dengan sendirinya) dan kesusahan yang kita alami ada penyebabnya (ada faktor-faktor dari diri kita yang menyebabkan)
Ayub 4:8, “Yang telah kulihat ialah bahwa orang yang membajak kejahatan dan menabur kesusahan ia menuainya juga.”.
Amsal 10:16, “Upah pekerjaan orang benar membawa membawa kehidupan, penghasilan orang fasik membawa kepada dosa”.
12. Jujur do mula ni bada bolus do juma di hadengganon
Ungkapan tersebut dapat diartikan dengan: Menghitung-hitung adalah awal dari perselisihan, melupakan awal dari kebaikan. Secara lebih luas ungkapan tersebut berarti: bila kita menghitung-hitung perbuatan baik yang kita lakukan kepada orang lain dan perbuatan orang lain kepada kita, kita telah memulai perselisihan. Tetapi melupakan semua itu adalah awal dari kedamaian atau kebaikan. Ketika seseorang mulai menghitung jasanya, saat itu juga dia sudah mulai menilai perbuatan atau jasa orang lain dan membanding-bandingkannya. Dari tindakan inilah kerapkali muncul persoalan.
Amsal 21:14’ “Pemberian dengan sembunyi-sembunyi memadamkan marah, dan hadiah yang dirahasiakan meredakan kegeraman yang hebat.
13. Jolo nidilat bibir asa nidok hata.
Ungkapan di atas digunakan sebagai nasehat supaya orang berpikir masak-masak sebelum mengungkapkan sesuatu atau berbicara. Hal ini diungkapkan mengingat banyak persoalan dapat muncul karena kata-kata yang keluar dari mulut, kurang dipikirkan dan dipertimbangkan.
Amsal 23 dicatat, “Siapa memelihara mulut dan lidahnya memelihara diri dari kesukaran”.
Penutup
Ungkapan-ungkapan kebijaksanaan Batak Toba di atas masih digunakan hingga sekarang dan diwariskan baik melalui sarana non formal maupun formal. Ungkapan-ungkapan di atas mungkin tidak memiliki makna persis dengan ungkapan sastra kebijaksanaan dari Kitab Suci. Konteks budayanya berbeda. Namun kedua sastra tersebut saya lihat memiliki memiliki kemiripan nuansa makna. Saya dapat menyimpulkan bahwa unsur-unsur didaktis dan kemampuan merangkai kata untuk menyampaikan suatu pesan sudah mentradisi dalam budaya batak Toba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar